Pendidikan Agama Islam Dalam Pemikiran Ibn Taimiyah
Hakimuddin Humam*
Guru MTs. Ihyaul Islam Bolo Gresik
Ibnu Taimiyah atau sering disebut
sebagai bapak tajdid atau reformasi, mempunyai andil besar dalam meletakkan
dasar-dasar pembaruan Islam. Pintu ijtihat yang seolah-olah sudah ditutup pada
waktu itu didodrak Ibnu Taimiyah sambil menegaskan bahwa rekontruksi Islam
hanya dapat dilakukan dengan menghidupkan semangat ijtihat. Ibnu Taimiyah
berpendapat bahwa manusia harus memahami kehendak Allah sebagaimana termaktub
dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasul.
Ajaran Ibnu
Taimiyah ialah mengembalikan pangkalan tempat bertolak fikiran dan pandangan
muslimin tauhid yang bersih.
Sebagai
seorang tokoh pembaruan, dia selalu berorientasi kepada kemajuan umat manusia,
dengan penuh kesungguhan dan keberanian untuk menegakkan kesalehan. Ibnu
Taimiyah menginginkan zaman keemasan dan perdamaian itu bangkit kembali seperti
diajarkan Al-Qur’an dan Al-Sunnah, sebagai cermin Islam yang berfungsi rahmatan lil alamin. Dengan demikian
Islam memiliki watak dinamis. Artinya bahwa Islam harus difahami sebagai proses
yang notabene membutuhkan terbukanya pintu ijtihad dengan lebar dan tumbuhnya
semangat keterbukaan yang berimplikasi pada wujud Islam yang universal.
Yang
menarik dari rangkaian pemikiran Ibnu Taimiyah adalah benang merah keadilan
sosial dan penekanan tugas manusia sebagai makhluk sosial yang mengemban
kewajiban kolektif untuk menciptakan kesejahteraan bersama, bukan sekedar
makhluk individu dengan tugas-tugas individualnya. Gagasan-gagasan pembaruan
Ibnu Taimiyah adalah jelas sekali menembus dan melampaui Islam sejarah (historial Islam) dalam arti Islam
sebagaimana dipratekkan oleh umat Islam yang disana-sini telah mengalami
distorsi, deviasi dan bahkan degenerasi, dan kembali pada ajaran-ajaran Islam
yang orisinal (Ideal Islam) seperti
yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Al-Sunnah.
Ibnu
Taimiyah menyadari benar bahwa Islam adalah akidah dan amal, yaitu beri’tikad
dan beriman, dengan tulus tanpa ragu-ragu kepada Allah, wahid dan ahad, pemilik
segala perkara, langit, bumi dan seisinya. Bersama itu juga mengamalkan
perintah wajib untuk sampai kepada i’tikad tersebut, melaksanakan syari’ah,
ajaran agama bermoral dan beradab.
Ibnu
Taimiyah menimba berbagai ilmu. Dalam usia muda ia sudah hafal Al-Qur’an ,
suatu kelebihan yang di berikan oleh Allah ialah bahwa dia mudah hafal dan
sukar lupa. Sebagaimana ulama dan para sahabatnya mengatakan bahwa tak satu
huruf pun dari Al-Qur’an dan Hadits atau sesuatu ilmu yang dihafal lalu lupa.
Ibnu
Taimiyah terus belajar dan mengadakan studi dalam berbagai cabang ilmu
pengetahuan, terutama ilmu pengetahuan agama, antara lain : Tafsir Al-Qur’an,
Hadits, Fiqih, dan lain-lain. Bahkan ia katakan sebagai sosok yang lebih
mengetahui ilmu Fiqih daripada yang hidup pada zamannya. Selain menulis,
aktifitas ilmiah yang ditekuni kurang lebih 20 tahun, adalah mengajar dan
memberi fatwa-fatwa. Ibnu Taimiyah juga berguru pada ayahnya dan pamannya
sendiri, dan masih banyak lagi guru tempat dia menimba ilmu, bahkan ada yang
mengatakan bahwa guru Ibnu Taimiyah lebih dari 200 orang.
Perhatian
Ibnu Taimiyah tentang Pendidikan Islam sejalan dengan filsafat relegius, yaitu
harus ditanamkan terlebih dahulu rasa keimanan atau keyakinan terhadap anak
didik. Dia juga telah meletakkan dasar Pendidikan Islam yang searah dengan isi
Al-Qur’an dan Hadits, dan juga telah membuat metode-metode Pendidikan Islam dan
bentuknya. Di dalam memberikan harus mengetahui tingkat kemampuan anak didik,
dan diantara guru dan murid harus ada hubungan timbal balik yang harmonis.
Seorang anak didik haruslah secara tulus dan ikhlas menuntut ilmu, karena yang
demikian itu wajib bagi seorang Muslim. Ibnu Taimiah juga menerangkan bahwa
pendidikan itu tiada lain adalah suatu proses kerja yang melibatkan tabiat fitrah
manusia dengan berbagai lingkungan yang mempengaruhi. Menurutnya, ilmu
pengetahuan haruslah direalisasikan, artinya bahwa ilmu pengetahuan itu harus
merupakan sintesis antara teori dan praktek, supaya antara keduanya terjadi
keselarasan, sesuai dengan tujuan pendidikan Islam.
Spesifikasi
Pendidikan Islam, adalah sifat moral relegiusnya yang jelas dalam tujuan, yaitu tujuan yang ingin dicapai dengan
mengabaikan persoalan yang bersifat duniawi. Secara umum, pendapat Ibnu
Taimiyah sesuai dengan orientasi pendidikan islam, yakni pencapaian kebahagiaan
dunia dan akhirat.
Memang pendidikan
haruslah bertujuan menimbulkan pertumbuhan seimbang dari seluruh kepribadian
menusia melalui pelatihan spiritual, rasional, intelektual dan tekanan
emosional. Oleh karena itu pendidikan, mesti menyediakan jalan bagi pertumbuhan
menusia bagi segala aspeknya yang memotivasi semuanya untuk mencapai dalam
kesempurnaan. Menurut Ali Ashraf, tujuan akhir pendidikan Islam adalah realisi
penyerahan diri secara mutlak pada Allah, pada tingkat individual, masyarakat
dan manusia pada umumnya.
Itulah
sebetulnya makna pendidikan yang sesungguhnya, yaitu terbentuknya manusia yang
berilmu guna, yang oleh Ibnu Taimiyah dianggap sebagai dasar hidup yang tangguh
dan benar tanpa berbekal dengan ilmu guna tersebut, manusia akan terperosok dalam
kesesatan, karena ia akan mengerjakan sesuatu yang senantiasa dibimbing oleh
nafsu tanpa didasari ilmu.
Oleh sebab
itu, mencari ilmu adalah ibadah mengetahuinya adalah taqwa mengkajinya adalah
jihad dan mengajarkannya adalah sedekah. Karena dengan itu semua manusi dapat
mengerti Allah, mengagungkan-Nya, lalu meng-Esakan-Nya dan kemudian mengabdikan
diri kepada-Nya.
Melalui
ilmulah Allah menciptakan peradaban manusia-manusia. Dalam hal ini, Ibnu
Taimiyah berkomentar oleh sebab itu mencari ilmu manfaat, setelah melaksanakan
kewajiban pokok agama, itu lebih utama daripada dzikir. Ibnu Taimiyah memilki
banyak pengagum tetapi juga banyak yang memusuhi dan membencinya, bahkan di
fitnah sampai beberapa kali keluar masuk penjara, karena fatwa fatwanya dan
ijtihadnya yang sangat berani melawan arus cukup banyak pendapatnya yang
berlawanan dengan ulama’ pada masanya.
Upaya Ibnu
Taimiyah menghidupkan kembali sinar ijtihad yang pada masanya secara umum dapat dikatakan berhasil
dan berpengaruh bagi proses kebangkitan kejayaan islam pada masa berikutnya,
sungguhpun tidak seluas yang dicapai oleh para Mujtahid yang lain.
Gerakan
reformasi Islam pada masa pasca Ibnu Taimiyah, yakni pada abad 17,18, dan 19,
menunjukkan karakteristik yang sama dengan gagasan pokok Ibnu Taimiyah yakni
kembali pada Al-Qur’an dan Al-Hadits serta membuka kembali ijtihad, termasuk
didalamnya adakah masa pendidikan. Sebagai proses/aktivitas yang berlandaskan
universalitas Islam, maka tentunya Pendidikan Islam mengandung pesan dan
pemikiran yang masih relevan dengan kondisi sekarang dan sesuai dengan universalitas
Islam itu sendiri.
Ada beberapa dominan yang terpenting dalam pencapaian tujuan pendidikan Islam.
Ibnu Taimiyah menunjukkan bahwa dalam pendidikan Islam perlu ada metode
pendidikan, bahasa pengajaran dan kedudukan murid dan guru serta hubungannya,
yang kesemuanya berakar pada nilai-nilai Islam. Pentingnya ini diharapkan bahwa hasil dari sebuah
proses pendidikan sampai pada kesempurnaan ilmu pengetahuan, yaitu keterpaduan
antara teori dan praktek. Disamping keterpaduan antara teori dan praktek,
pendidikan Islam membentuk manusia yang bisa akan menyatukan antara kebutuhan
dunia akhirat.
Metode itu hanya sebagai sarana untuk mencapai tujuan pendidikan. Dalam mencapai
pendidikan yang diinginkan, maka diperlukan metode yang benar-benar tepat.
Sebagaimana firman Allah :
”Hai
orang-orang yang beriman kepada Allah takutlah kepada Allah dan carilah jalan
atau metode kepada-Nya, mudah-mudahan kamu mendapat kemenangan”. (Q.S.
Al-Maidah 35)
Implikasi ayat tersebut dalam pendidikan Islam adalah dalam proses
pelaksanaan pendidikan Islam dibutuhkan adanya metode yang tepat, guna
menghantarkan tercapainya tujuan yang dicita-citakan. Fungsi dari pemahaman
metode pendidikan Islam oleh seorang pendidik dapat memahami hakekat metode dan
relevansi dengan tujuan utama pendidikan Islam, yaitu terbentuknya pribadi
beriman yang senantiasa siap mengabdi kepada Allah SWT. Disamping itu,
Pendidikan juga perlu juga memahami metode intruksional yang aktual dan yang
tercantum dalam Al-Qur’an, yang bertujuan sebagai motivasi dalam disiplin ilmu
pengetahuan. Dalam Al-Qur’an disebut pemberian ganjaran atau tsawab dan hukuman atau ’iqab. Oleh sebab itu menurut Ibnu
Taimiyah, metode pendidikan itu terbagi menjadi dua, yaitu: metode ilmiah dan
metode iradah.
Metode ilmiah adalah kebenaran pemikiran atas dalil-dalil dan sebab-sebab
yang meyakinkan adanya ilmu pengetahuan, penglihatan. Metode ilmiah terdiri
dari atas tiga hal, yaitu: pembenahan media pengajaran, pemahaman yang sempurna
terhadap obyek pengajaran dan memperbaiki kesempatan praktek.
Sesungguhnya
alat ilmu itu adalah hati, dan kerjanya bisa disempurnakan melalui pendengaran
dan penglihatan.
Artinya
: Dan janganlah kamu mengikuti apa yang
kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran,
penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.(QS. Al
isro’; 36)
Dasar dari metode ilmiah adalah adanya kesempatan untuk praktek bekerja bagai pelajar, maka tidak boleh hanya mencukupkan dan mendahulukan
pengetahuan dan pemikiran saja tanpa
memberikan kesempatan untuk berlatih dan
bekerja, karena seorang pelajar yang hanya diberi oleh guru yang berupa teori tanpa praktek ataupun sebaliknya akan mneghasilkan kesimpulan
kesimpulan yang negative. Yaitu kesimpulan yang terhimpun dari asumsi para pelajar dan jauh dari
maksud yang diinginkan oleh para ahli. Jadi jelasnya antara teori dan praktek dari ilmu pengetahuan harus dipadukan dan diselaraskan agar ada keseimbangan diantara keduanya.
Ada metode iradah, Ibnu
Taimiyah mendefinisikan dengan kehendak
yang mengharuskan upaya keras
yang dilakukan oleh pelajar atau murid. Pangkal utama dari pembahasan
kali ini adalah mendidik kemauan pelajar
sehingga ia mampu meningkatkan daya
kreasinya. Dengan metode iradah diharapkan memotivasi para pendidik untuk
selalu tanpa ragu untuk mengembangkan
potensi yang ada pada dirinya. Ibnu Taimiyah lebih menekankan bahwa dalam metode iradah dengan memotivasi
anak didik agar tetap bertindak sesuai dengan perintah Allah. Sehingga
murid-murid selalu bercita cita dan berkeinginan pada sebuah harapan yang selalu di ridlai oleh Allah.
Dalam metode iradah, pendidik
dalam memberikan arahan atau motivasi kepada para peserta didik dengan menumbuhkan
motivasi untuk membangun dirinya sesuai dengan bakat akan daya kreasinya.
Motivasi merupakan salah satu unsur kekuatan yang mendorang pelajar untuk
melakukan sesuatu guna mencapai tujuan yang diinginkan. Kekuatan untuk
melakukan sesuatu tersebut pada dasarnya didorong oleh berbagai macam kebutuhan
dan keinginannya yang hendak dipenuhi.
Motivasi merupakan faktor yang sangat penting dalam proses belajar
mengajar hal ini disebabkan oleh karena motivasi memberi semangat terhadap pelajar dalam kegiatan belajar dan motivasi memberi petunjuk pada tingkah
laku serta motivasi memberikan keyakinan
dalam memilih sebuah tindakan.
Pengertian iradah menurut Ibnu
Timiyah adalah kuatnya keinginan dan ikhtiar manusia akan berkreasi untuk mencari arah cita cita
yang pasti dan mantap. Kehendak itu juga merupakan hasil dari tiga kekuatan
sumber daya yaitu: kekuatan akal, amarah, dan syahwat. Barang siapa yang
syahwatnya lebih kuat daripada akalnya menurut Ibnu Taimiyah maka lebih hina dari
binatang.
Pendidikan iradah mempunyai
tujuan yang sesuai dengan kedudukan
manusia, dipandang dari segi-segi makhluk yang lain. Manusia itu seharusnya
mengetahui asal mula diciptakan dan tujuan apa pula ia hidup di dunia, agar
metode iradah itu dapat terwujud dengan
baik, maka lembaga pendidikan harus saling tolong menolong, bahu membahu, dan
bangun-membangun. Yang pokok dan mendasar dalam metode ini ialah, bahwa setiap
manusia termasuk di dalamnya pelajar, haruslah tetap berpegang teguh pada nilai-nilai
agama yang telah digariskan oleh Allah dan menghindari sejauh mungkin
kemaksiatan. Bentuk bentuk metode ilmiah yang lain adalah sebagai berikut :
Hikmah, Nasihat yang baik, dan Perdebatan yang baik.
Penerapan metode ilmiah yang berbentuk hikmah, nasehat yang baik dan
perdebatan yang baik dapat dilaksanakan dengan berbagai cara:
- Metode hiwar (percakapan) Qur’ani dan
nabawi.
- Mendidik dengan kisah-kisah Al Qur’ani dan
nabawi.
- Mendidik dengan perumpamaan Al Qur’ani dan
nabawi.
- Mendidik dengan berbagai landasan.
- Mendidik dengan pembiasaan diri.
- Mendidik dengan mengambil ibrah (pelajaran) dan
mu’idah (peringatan).
- Mendidik dengan targhib (membuat senang) dan
tarhib (membuat takut).
Dengan cara-cara tersebut diatas dapat menyentuh perasaan, mendidik jiwa
dan membangkitkan semangat. Metode-metode tersebut mampu menggugah dan mengubah
hati manusia untuk dapat menerima
pelajaran dan pengetahuan yang di sampaikan oleh pendidik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar